Kumpulan Puisi: Karena Cinta Kuat Seperti Maut



'Cinta' adalah kata yang pendek dengan tafsiran yang panjang. Sejak dulu para ilmuwan, filsuf, mistikus, agamawan, penyair, musisi berusaha mengartikan dan mengartikulasikan kata yang bisa menjadi kata benda, kata sifat, sekaligus kata kerja ini tanpa pernah final.

Bahasa Yunani kenal Eros, Philia dan Agape. Bahasa Indonesia kenal Birahi, Suka, Cinta, Sayang. Bahasa Jaksel kenal Naksir, Ngebet, Luv bingit (apalagi, ya?) yang berujung pada rupa-rupa Petrus Jankador Jumanji (Pepet Terus Jangan Kasih Kendor Juancok Mantap Jiwa!). Hasil akhir beragam: pacaran, sebastian (sebatas teman tanpa kepastian), hingga pacaran sepihak atau LDR (Lu Doang Relationship), tapi apakah cinta? mengapa ia bisa menjadi bahan baku atau sekadar bumbu dalam sepinggan kehidupan yang ironisnya mengibaratkan hidup mampir minum semata? Kita ingin mengunyah cinta, melumat dan menyesap saripatinya untuk jadi kekuatan tubuh kita, padahal hidup kadang perkara kembung-dahaga dan tinggal minum saja. Lalu apakah cinta dan perannya?

Ada yang mengukur cinta berdasar getar di dada, ada yang sebatas fisik, reaksi biologis-kimia. Ada yang mengukur cinta berdasar harta, tahta dan Nella Kharisma, ada yang mengukur cinta berdasar suku, ras, agama. Ada yang menaksir cinta berdasar jarak semata, ada yang berdasar intensitas jumpa. Ada yang menganggap cinta berdasar lamanya WhatsApp dibaca atau sudah cinta karena sama-sama sering berbalas 'like' di unggahan instagram belaka. Meski demikian, banyak yang teguh percaya mengukur cinta berdasar waktu (kala): cinta adalah pembuktian sepanjang hayat dengan melupakan riwayat, upaya berdamai dengan masing-masing tabiat. Semua tafsiran tentang cinta adalah sah dan para pencinta layak berbahagia.

Kitab suci tidak luput dari upaya menerjemahkan kata yang dekat-juga-asing ini. Berbagai bentuk cinta hadir dan beralih rupa menjadi tindakan baik-buruk, benar-salah melalui peranan tokoh-tokoh, menjadi cerita-cerita yang akrab kita dengar sejak kecil melalui tuturan orang tua maupun khotbah pemuka agama. Perkara-perkara inilah yang coba disuarakan, ditanyakan dan dinyatakan dalam kumpulan puisi terbaru saya.

Karena Cinta Kuat Seperti Maut (GPU, 2018) adalah kumpulan puisi keempat saya setelah Pelesir Mimpi (Katabergerak, 2013), Di Hadapan Rahasia (GPU, 2016) dan Suaramu Jalan Pulang yang Kukenali (Selut Press Malaysia, 2016). Buku ini memuat 40 buah puisi yang saya tulis dalam rentang tahun 2016-2018. Sebagian besar puisi dalam buku ini hasil pembacaan saya terhadap berbagai narasi dalam kitab suci. Tentu saja teks-teks dalam buku ini tidak suci karena yang suci cuma haters awkarin dan aku penuh dosa. Buku ini bisa dibaca semua pemeluk agama atau yang tidak memeluk agama dan hanya bisa memeluk dia~

Karena Cinta Kuat Seperti Maut akan mulai beredar di toko buku seluruh Indonesia pada (diperkirakan) Oktober-November 2018 dan saya akan berterima kasih sekali jika pada waktunya teman-teman bisa membeli dan mengabarkan keberadaannya kepada saya. 


Terima kasih.


Surakarta, Oktober 2018

AI



NB: Apa kalian suka dengan covernya? Jika suka bilang suka, jika benci bilang benci, tapi jangan diem terus ngilang, nyebelin. Silakan tinggalkan komentar untuk kesan dan pesannya, customer service kami akan dengan senang hati menjawabnya.